Total Tayangan Halaman

Sabtu, 17 Desember 2011

ayah..

Ayah.. engkau adalah harapan hidup kami

harapan di setiap hari-hari kami
dengan panasnya terik matahari
mandi keringat, membanting tulang untuk kami keluargamu..

Ketika fajar menyingsing kau mulai melangkah
dan ketika senja hari baru kau kembali
itu semua demi tujuan mulia
memberi sinar bahagia bagi kami..

Ayah.. di setiap do'aku, aku selalu teringat padamu
teringat akan kerja kerasmu dan jerih payahmu
aku bermohon kepada tuhan
berikan keselamatan untuk ayah..

Ketika matahari mulai membakar tubuhmu
kau tetap semangat berjuang untuk kami
sungguh hanya engkau harapan kami
harapan baik, bagi kami semua keluargamu


by: silfi dwi saputri

Kepasrahan

Tuhan...

Pelankanlah malam tiba
Agar kami berdua tidak kehilangan arah
Jalan yang kami tempuh masih jauh


Tuhan...
Sisihkanlah mendung itu
Jika gerimis, sakit ibuku kambuh
Jalan yang kami tempuh masih jauh


Tuhan...
Berikanlah kekuatan untuk menempuh hidup ini
Kami tahu derita hari ini
Adalah bahagia esok hari


*by: muhammad safii

Ibu . . . . . . . . .

Ibu,.. kau mengandungku selama 9 bulan...
Kau rawat aku hingga dewasa
Kau sayangi aku hingga ku sadar
Betapa besar kasih dan sayangmu padaku..

Ibu,.. Kau adalah curahan hatiku
Kau permata bagiku
Kau bagaikan bintang kehidupan

Ibu,.. Tanpa lelah kau memberiku kasih
Dengan penuh harap menjadi anak yang berguna kelak
Ibu,.. kau menyemangatkanku untuk hidup
Tanpa kasihmu, aku akan mati
Tanpa doronganmu, aku akan layu
Tanpa harapanmu, aku akan gugur

Kasih sayang yang kau beri
tak bisa mengalahkan luasnya benua
Perhatian yang kau beri
tak bisa mengalahkan bintang

Cintamu seluas samudra dan seluas jagat raya ini
Kasihmu bagaikan air yang mengalir

Tapi apa..???

Ku belum bisa memberi yang terbaik untukmu
Ku ingin memberimu kasih yang tiada terhitung
Ku ingin berbakti padamu ibu..

Ibu....
Kau adalah segalanya.

*by : danny agustina

Tanpa tanda jasa

Sejuta harapan dan do'a darimu
Kualunkan sebuah kata merdu untukmu
Ucapkan terimakasih yang tiada henti
Ucapan syukur darimu...

Kau didik aku
Hingga aku mendapatkan ilmu
Jadikan ku tahu dari yang belum tahu
Kau bina aku atas harapanku

Ibu...
Kau pahlawanku
Kau penyemangatku
Kau yang memberi tahu
Kau tanpa tanda jasa

Ibu...
Pernahkah kuberbalas padamu..??
Pernahkah ku meminta padamu..??
Untuk jadikanku ratu..
Ratu kehidupan yang tahu segalanya..

Kau korbankan waktu untukku
Kau bagaikan sang surya dalam hidupku
Tak ingin ku menyakitimu
Tak ingin ku meludahimu

Mom...
You's better than other
Although you, I can't stand up
I can't to reach it

You's my heaven
You in my heart
For now and forever...

* By : danny agustina

Senja di batas mata...


Senja ujung hari
Kau bawa ku kembali pada mimpi
Sisa jejak yang pernah ku lalui
Sejengkal harap yang pernah ku kubur mati
Pada akhir kisahku bertanya dalam hati

Apa yang kau dengar saat jerit bising hati
Saat malam memadamkan cahaya dan mati
Apakah dengan jelas kau dengar tiap kata mimpi??
Jelaskah apa yang di hati ini ingini..??
Mampukah kau lihat jelas stiap bayang mimpi..??

Yang satu persatu ku rajut menjadi selimut mimpi
Yang kata demi kata ku ukir menjadi kalimat mimpi
Yang tetes demi tetes air mata menjadi lautan mimpi
Yang mimpi demi mimpi kuurungkan hingga mati
Yang mimpi demi mimpi kubangkitkan kembali

Lalu apa yang tak kau jelas dari inginnya jiwa ini..??
Belas kasihmu masihkah harus kunanti..??
Atau harap yang akan mengantarku mati nanti..??

Tears oh heaven
That will be heaven..??
Raise me up n bring me on the mountain
and than..
When the stars are shinning
Bringhtly in the sky

I make a wish and send it to heaven
to make you understand..

= = = =
By : Danny Agustina, siswi kls XI, MA GUPPI Windusari, Magelang 

Sabtu, 10 Desember 2011

TUHANKU. . . . .

Tuhanku,..
dalam peluk keharibaan-Mu, tertunduk aku malu
dalam katup bibir pucat, dalam kecut hati sangat
terkulai tangan tak terangkat, terbaring tubuh berselimut ketat
kembara di belantara, terpenjara dalam jerat
buta warna atas tipu jerat asmara.
pekak telinga atas pesan radarnya
beku hati dalam bujuk rayu nista
tumpul pikir atas tiadanya logika
hiruk pekik ronta dan pinta tak tersapa
riuh pedih jerit dan tangis tak menyapa
duuh Tuhanku...
akankah mata tetap membuta
hati terkulai layu dalam matinya..batu membeku
pekak telinga dalam tulinya pesan menghantar..
tangan terkulai atas tontonan
diri tak makna?
tidak…! lempar selimut dari tubuhmu
buka tirai penutup dungu
patah rantai belenggu seteru
pecah topeng dari wajahmu
bukan saatnya lagi kini termangu
dalam patung baju wajahmu
bangkitlah..menapaklah
melangkah dalam baris padu memadu..
menyatu padu nuju Tuhan-Mu…!
wallahu a’lam

oleh:fatma elly kembanganggrek.com

Pantaskah Kita Berkeluh Kesah...

Ketika raga terasa jengah
Bayangkan bagaimana tempat mereka singgah
Ketika lidah merasa jenuh dengan makanan
Bayangkan bagaimana rasa makanan sisa yang mereka dapatkan
Ketika tawa hendak menutup mata hati
Rasakan peluh mereka mengais di antara mimpi
Ketika hati merasa sendiri
Berbaurlah dengan mereka yang tengah menari di dalam sepi
Apa yang kita dapat hari ini
Hanya mampu mereka lukiskan dalam mimpi
Pantaskah kita mengeluh di dalam hangat selimut
Dimana mereka menerjang malam hanya dengan pakaian yang membalut
Pantaskah kita menangis di hadapan sepiring nasi
Dimana mereka masih mampu bersyukur terhempas lapar
Sujud yang telah memudar
Seru pujian yang kian samar
Airmata yang berlinang hanya demi dunia
Ya Allah…
Berilah hamba-Mu ini kekuatan seperti mereka..
Agar lidah hamba tak lagi kelu mengucap syukur
Agar kepala ini tak lagi berat untuk bersujud
Agar airmata ini menetes hanya merasakan rindu akan surga dan cinta-Mu..

sumber : kembanganggrek.com

Kisah Penyesalan Si Tukang Kayu

Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. “Ini adalah rumahmu, ” katanya, “hadiah dari kami.”

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri.

Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.


Nabi Muhammad SAW. bersabda,

"Barang siapa yang bertambah ilmunya namun tiada bertambah amalnya Tiada bertambah baginya dengan Allah kecuali bertambah jauh " (HR. Dailami dari Ali).

Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)

Sumber : http://robbie-alca.blogspot.com/2010/12/cerita-inspiratif-penyesalan-si-tukang.html

Sabtu, 03 Desember 2011

Hati Seekor Tikus

Seekor tikus merasa hidupnya sangat tertekan karena takut pada kucing. Ia lalu menemui seorang penyihir sakti untuk meminta tolong. Penyihir memenuhi keinginannya dan mengubah si tikus menjadi seekor kucing.

Namun setelah menjadi kucing, kini ia begitu ketakutan pada anjing. Kembali ia menemui penyihir sakti yang kemudian mengubahnya menjadi seekor anjing.

Tak lama setelah menjadi anjing, sekarang ia merasa ketakutan pada singa.

Sekali lagi penyihir sakti memenuhi keinginannya dan mengubahnya menjadi seekor singa.

Apa yang terjadi? Kini ia sangat ketakutan pada pemburu. Ia mendatangi lagi si penyihir sakti meminta agar diubah menjadi pemburu. Kali ini si penyihir sakti menolak keinginan itu sambil berkata,

"Selama kau masih berhati tikus, tak peduli bagaimana pun bentukmu, kau tetaplah seekor tikus yang pengecut." 

PENOLONG MISTERIUS


Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.